Sabtu, 25 Oktober 2008

INDONESIA PRODUKSI OBAT ANTIRETROVIRAL

In Indonesia Sehat on August 29, 2008 at 6:05 pm.
Untuk menjamin ketersediaan obat yang berkesinambungan bagi mereka yang terinfeksi HIV/AIDS, obat antiretroviral atau ARV kini diproduksi di dalam negeri. Sekretaris Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Indroyono Soesilo, dalam acara peresmian Unit Produksi ARV Kimia Farma yang memiliki kapasitas produksi 168 juta butir per tahun, di Jakarta, Kamis (28/8), menyatakan bahwa dengan meningkatnya angka kasus HIV, ketersediaan ARV yang berkesinambungan dengan harga terjangkau sangat diperlukan. Menko Kesra Aburizal Bakrie, dalam sambutan tertulisnya, menyatakan, saat ini sejumlah obat ARV lini pertama terbukti ada indikasi resistensi obat pada sejumlah kasus HIV/AIDS. Sementara itu, produk lini kedua di pasaran harganya sangat mahal. Karena itu, keberadaan unit produksi ARV yang juga akan memproduksi obat ARV lini kedua merupakan jawaban dari masalah kebutuhan obat ARV bagi mereka yang terinfeksi HIV. ”Pendirian unit produksi ARV ini membuktikan kita mampu mandiri mengatasi masalah kebutuhan obat ARV dalam negeri,” ujarnya. Pada tahun 2008, Departemen Kesehatan mengalokasikan dana sekitar Rp 40 miliar untuk pengadaan obat ARV gratis yang diberikan kepada pengidap HIV/AIDS. Prof Sjamsurizal Djauzi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang menangani masalah HIV/AIDS menyatakan bahwa anggaran pemerintah dalam pengadaan obat ARV perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, menurut prosedur baru WHO, terapi ARV kini diberikan lebih dini untuk mencegah infeksi oportunistik. Jika semula terapi diberikan kepada pasien de- ngan CD-4 kurang dari 200, terapi ARV kini dilakukan pada pasien dengan CD-4 kurang dari 350.
Lisensi wajib Direktur Utama Kimia Farma Sjamsul Arifin menyatakan, kebutuhan masyarakat saat ini sangat mendesak dalam menanggulangi epidemic HIV/AIDS dengan obat ARV yang masih dalam masa paten. Akan tetapi, Deklarasi Doha menyatakan, bila negara memerlukan dan digunakan untuk kemanusiaan, pemerintah dapat melaksanakan paten atau lisensi wajib terhadap obat-obat ARV. Saat ini, pemerintah melakukan paten atas obat ARV Efavirenz di samping Neviraphine dan Lamivudin. Hal ini bertujuan mengoptimalkan akses terhadap obat-obat itu. PT Kimia Farma ditetapkan pemerintah sebagai pelaksana paten dalam memproduksi dan mendistribusikan obat- obat ARV ke 25 rumah sakit rujukan. Saat ini, Kimia Farma telah memproduksi obat-obat ARV lini pertama, yaitu Lamivudin, Neviraphine, Zidovudin, Duviral, Triviral, dan Staviral. Fasilitas produksi ini dibangun mengacu pada persyaratan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) dan kualifikasi WHO. Karena telah timbul resistensi pasien terhadap obat-obat ARV lini satu, pihaknya berharap pemerintah dapat melaksanakan paten atas obat-obat ARV lini kedua, yaitu Tenovovir, Ritonavir dan Didanosin. Obat-obat tersebut kini masih dalam masa paten sehingga harganya sangat mahal dan sulit terjangkau penderita HIV/AIDS.

Novan PKBI DIY (milis aidsindonesia)
Coba baca akuindonesiana "Berita Seputar Indonesia Terkini"

Senin, 20 Oktober 2008

PENCEGAHAN HIV/AIDS GAGAL, KPA MINTA ATURAN NO CONDOM NO SEX

Selasa, 14/10/2008 01:40 WIB
Taufiqqurahman - detikNews

Jakarta - Pencegahan penyebaran virus HIV/AIDS di Indonesia dinilai gagal. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) meminta pemerintah tegas mengeluarkan aturan 'no condom no sex'. "Upaya pencegahan kita gagal, terutama kalau masalah pencegahan HIV/AIDS. Pengobatan itu mahal sekali, sedangkan anggaran pengobatan dari pemerintah hanya Rp 70 miliar," kata Ketua KPA Nafsiah Mboi.
Hal itu dikatakannya dalam diskusi peluncuran diseminasi Survei Terpadu Biologis Perilaku (STBP) di Gedung Departemen Kesehatan (Depkes), Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Senin (13/10/2008). Menurut Nafsiah, cara yang paling efektif untuk menanggulangi HIV/AIDS adalah dengan melakukan pencegahan. Begitu pentingnya pencegahan itu sehingga dia menekankannya berkali-kali.
"Harus ada upaya dorongan pada pencegahan, pencegahan, dan pencegahan," tegasnya.
Upaya pencegahan itu, imbuh Nafsiah, perlu dibarengi dengan perubahan konstruksi sosial di dalam masyarakat menyangkut arti kejantanan. Kejantanan harus diidentikkan dengan kemampuan untuk melindungi diri sendiri dan orang lain, termasuk dari bahaya HIV/AIDS. "Harus ada perubahan, laki-laki jantan itu kayak apa sih? Laki-laki jantan itu yang bisa melindingi dirinya dan orang lain, melindungi kesehatan dirinya dan
orang lain," tukasnya.
Mengingat hubungan seksual adalah salah satu penyebar utama virus HIV/AIDS, lanjut Nafsiah, pemerintah perlu membuat kebijakan terkait dengan penggunaan kondom. Pemerintah harus membuat kebijakan wajib pakai kondom bagi pelaku hubungan seksual yang bebas.
"Pemerintah harus bisa membuat kebijakan wajib makai kondom atau tidak (seks) sama sekali, no kondom no sex," tandas dia.(sho/nwk)
http://www.detiknews.com/read/2008/10/14/014033/1019534/10/pencegahan-hiv/aids-gagal-kpa-minta-aturan-no-condom-no-sex

Minggu, 19 Oktober 2008

Wah, Banyak Aparat Daerah di Papua Terkena HIV/AIDS

Sabtu, 18/10/2008 05:05 WIB
Irwan Nugroho – detikNews

Nabire - Jumlah penderita HIV/AIDS di Papua terus meningkat. Di provinsi Papua, penderita penyakit ini mencapai 14,5 kali lipat angka nasional . Sedangkan di Papua barat 1,8 kali lipat angka nasional. Ironisnya aparat pemerintahan daerah juga banyak yang terkena penyakit mematikan ini. "Kalau ada program save papua maka pemeriksan pertama itu harus dilakukan pada aparat daerah," ujar Ketua Dewan Kesehatan Rakyat Papua Nelles Dogoma di sela-sela peluncuran pembangunan desa siaga di tanah Papua di Nabire, Papua, Jumat (17/10/2008).
Nelles menjelaskan faktor terbesar yang memicu kasus menularnya HIV/AIDs adalah hubungan seksual yang tidak aman. Rata-rata penderita HIV/AIDS adalah golongan ekonomi berkecukupan. Termasuk para pejabat daerah.
Nelles memaparkan jumlah penderita HIV/AIDS di Papua adalah di Nabire dengan 435 kasus, kemudian di Jayapura 310 kasus dan terakhir di Mimila 175 kasus.

"Ini data terkini per 31 Agustus 2008," ungkapnya.
Untuk provinsi Papua Barat, Sorong menempati posisi tertinggi dengan 31 kasus, berikutnya Kota Sorong dengan 26 kasus.

Menurut Nelles data ini didapatkan dari lapangan secara door to door. Data ini juga telah disampaikan pada Menkes Siti Fadillah Supari.(rdf/ape)

http://www.detiknews.com/read/2008/10/18/050513/1022011/10/wah,-banyak-aparat-daerah-di-papua-terkena-hiv/aids

Rabu, 15 Oktober 2008

Ditemukan 179 Kasus HIV dan AIDS

Ditulis Oleh: Iwan/Papos
Rabu, 15 Oktober 2008

WAMENA (PAPOS)- Penjabat Bupati Jayawijaya, Washinton Turnip, SH, MM yang juga selaku Ketua Harian Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Jayawijaya mengatakan, dari data yang berhasil diperoleh hingga akhir Juli 2008 lalu, ditemukan 179 kasus HIV dan AIDS.
Namun dari jumlah yang diperoleh tersebut, berdasarkan data yang diperoleh di Distrik Wamena Kota. Meskipun begitu, epidemi ini sudah semakin meluas kebeberapa distrik maupun wilayah lainnya. Untuk itu dirinya mengharapkan, agar hal ini mendapatkan perhatian lebih dari seluruh kalangan.
“Dengan data yang dimiliki kini, diharapkan seluruh masyarakat dapat lebih serius dalam penanggulangan HIV dan AIDS ini,” ujar Bupati pada pembukaan pelatihan Komisi Penangggulangan AIDS tingkat distrik se-kabupaten Jayawijaya, belum lama ini di Aula Betesda Wamena.
Dari jumlah data yang dimiliki saat ini, Bupati mengatakan, dengan kegiatan semacam ini dipandang perlu untuk mensosialisasikan bagaimana tentang pencegahan serta penanggulangan HIV dan AIDS dengan tepat kepada masyarakat, baik yang berada di distrik-distrik maupun perkotaan.
Karena menurutnya, penanggulangan HIV dan AIDS bukan hal yang mudah, untuk itulah dibutuhkan keseriusan dan kerjasaa dari seluruh elemen masyarakat untuk menekan virus dari penyakit ini, karena penyait tersebut tidak pandang bulu siapapaun dapat tertular bila kurang hati-hati.(iwan)
http://papuapos.com/index.php?option=com_content&task=view&id=2177&Itemid=9

52 Persen Pelajar dan Mahasiswa Terinfeksi HIV AIDS

Ditulis Oleh: lina/Papos
Senin, 15 September 2008

JAYAPURA (PAPOS)-Berdasarkan data dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Jayapura per Maret tahun 2008 kumulatif kasus HIV dan AIDS di Papua bagi golongan usia 5 hingga 29 tahun berjumlah 2142 kasus dari 3955 kasus yang terjadi dimana dari data ini disebutkan bahwa 52 persen penyandang kasus infeksi HIV/AIDS adalah kalangan mahasiswa dan juga pelajar. Ketua KPA Koat Jayapura H.Sudjarwo BE mengatakan data yang ada saat ini sangat merisaukan Pemerintah dan juga masyarakat karena bila ditelusuri faktor penularan HIV dikalangan mahasiswa dan pelajar adalah disebabkan oleh heteroseksual.
“Proses penularan HIV ini disebabkan heteroseksual, ironisnya para anak-anak kita kalangan mahasiswa dan pelajar itu, rata-rata belum berumah tangga,” kata Sudjarwo kepada wartawan usai membuka acara sensitas tokoh adat terhadap dampak HIV/AIDS yang berlangsung di Hotel Yasmin, Sabtu (12/9) lalu.
Untuk mengurangi angka penderita HIV pada tahun mendatang maka pemerintah Kota saat ini telah bekerjasama dengan tokoh adat maupun tokoh agama, dimana tokoh adat dan tokoh agama mempunyai peran penting dalam memberikan pengawasan terhadap penderita atau yang terinfeksi HIV.“Harapan kita melalui tokoh adat dan tokoh agama masyarakat dapat meresponnya dengan baik,” kata wakil Walikota ini.
Dikatakan, dengan jumlah data penderita yang begitu besar kiranya masyarakat menyadari tentang betapa bahaya dari HIV itu sendiri karena apabila masyarakat tidak menyadarinya juga yang rugi bukan hanya si penderita tetapi pihak Pemerintah.
“Harusnya anggaran Pemerintah digunakan untuk infrastruktur namun dengan bertambahnya jumlah kasus HIV ini maka dana infrastruktur dialihkan kepada biaya kesehatan, hal inilah yang harus disadari oleh masyarakat juga,” kata Sudjarwo.(lina)

http://papuapos.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1782&Itemid=9

Kamis, 09 Oktober 2008

Akhir Drama Penemuan HIV


KOMPAS Rabu, 8 Oktober 2008 | 22:23 WIB
OLEH IRWAN JULIANTO

Persaingan Luc Montagnier dan Robert Gallo, dua penemu human immunodeficiency virus, virus penyebab AIDS atau acquired immune deficiency syndrome, berakhir sudah. Montagnier memperoleh Hadiah Nobel Kedokteran 2008 bersama asistennya, Francoise Barre-Sinoussi, sementara Gallo harus gigit jari. Mengapa begitu?
Dewan juri Hadiah Nobel Kedokteran di Stockholm, Swedia, sama sekali tidak menyebut nama Gallo dalam penjelasan mereka. Padahal, tanpa peran Gallo dalam menemukan interleukin-2 tahun 1975 dan teknik membiakkan kultur retrovirus manusia, Montagnier dan timnya di Institut Pasteur Paris tak akan berhasil menumbuhkan biakan HIV.
Ironisnya, Barre-Sinnousi justru pernah magang di laboratorium National Institute of Health (NIH) di Bethesda, Maryland, Amerika Serikat (AS), yang dipimpin Gallo.

Tragisnya lagi bagi Gallo dan para ilmuwan AS, kasus-kasus pertama AIDS--yang waktu itu belum diberi nama AIDS, melainkan gay syndrome karena dilaporkan menjangkiti komunitas pria homoseksual--jutru ditemukan tahun 1981 di New York dan California.
Keputusan dewan juri Hadiah Nobel Kedokteran tahun ini memang agak aneh karena separuh hadiahnya diberikan kepada Harald zur Hausen yang meneliti HPV atau human papilloma virus, salah satu penyebab utama kanker leher rahim. Sementara Montagnier dan Barre-Sinoussi memperoleh separuh sisanya sehingga harus dibagi di antara mereka berdua. Dari besaran masalah yang ditimbulkannya, jelas HIV jauh lebih besar ketimbang HPV. HIV juga lebih serius dibanding bakteri Helicobacter pylori, penyebab tukak lambung dan tahun 1994 diakui WHO dapat menyebabkan kanker--yang tahun 2005 mengantar Barry J Marshall dan Robin Warren memperoleh Nobel Kedokteran.
Seharusnya Panitia Nobel Kedokteran memberikan penghargaan lebih awal dan secara utuh (tidak dibagi separuh kepada temuan virus lain) kepada Montagnier dan dua asistennya. Selain Barre-Sinoussi, sebenarnya peran Jean-Claude Chermann juga amat menentukan dalam penemuan lymphadenopathy-associated virus (LAV), nama awal HIV versi Montagnier. Dinamakan LAV karena virus itu dibiakkan dan diambil pada tanggal 3 Januari 1983 dari cairan kelenjar getah bening (limfa) yang membenjol di leher seorang perancang busana Paris bernama Frederic Brugiere. Pria homoseksual berusia 33 tahun ini mengaku melakukan hubungan seks sejenis dengan 50 orang pria dalam setahun, dan tahun 1979 ia berfoya-foya di kota New York.
Kependekan nama Brugiere, BRU, menjadi begitu terkenal dalam silang sengketa antara Montagnier versus Gallo karena sampel virus berkode BRU pernah dikirim oleh Institut Pasteur Paris ke laboratorium Gallo, dan ternyata oleh Gallo virus itu kemudian dibiakkannya dan tanggal 24 April 1984 diklaim sebagai virus penyebab AIDS temuannya. Waktu itu Gallo masih menamakannya HTLV (Human T Lymphotropic Virus) III karena menganggapnya masih serumpun dengan HTLV I dan II, dua tipe retrovirus penyebab leukemia yang ditemukannya menyusul kematian adik perempuannya akibat leukemia. Berkat publisitas yang gencar, masyarakat AS dan dunia waktu itu percaya bahwa penemu virus penyebab AIDS adalah Gallo dan timnya.
Sudah diramalkan
Dalam tulisan "Dua Kemenangan Montagnier" (Kompas, 5/1/1993) sudah diungkapkan betapa pada Mei 1983 Montagnier dan timnya sudah memublikasikan bahwa mereka berhasil mengisolasi LAV yang diduga menjadi penyebab AIDS di jurnal Science. "Tentu saja terjadilah pertarungan gengsi untuk memperoleh pengakuan dunia, siapa yang pertama kali menemukan virus penyebab AIDS. Karena bukan mustahil sang penemu nantinya akan memperoleh Hadiah Nobel bidang Kedokteran." Ramalan Kompas bahwa Montagnier dan timnya amat pantas memperoleh Nobel Kedokteran, sementara peluang Gallo justru sudah pupus (Kompas, 21/11/1993) terbukti benar!
Setelah tujuh tahun terjadi "duel transatlantik" (istilah majalah Time 20/5/1991), akhirnya memang Montagnier-lah yang dikukuhkan sebagai penemu HIV. Pengakuan itu justru diberikan oleh NIH, tempat Gallo bekerja. Gallo sendiri malah divonis Badan Integritas Riset (ORI) yang dibentuk Depkes AS melakukan manipulasi ilmiah (scientific misconduct). Namun, dalam pengadilan banding 12 November 1993, Gallo dinyatakan tidak bersalah oleh Panel Banding Integritas Riset (RIAP). Tak urung reputasi keilmuwanan Gallo sudah telanjur hancur.
Yang jelas, sejak awal praduga Gallo tentang HIV itu serumpun dengan HTLV I dan II yang menyebabkan limfosit berkembang liar menjadi leukemia sudah salah karena Montagnier dan timnya justru mengamati bahwa LAV atau HIV justru membunuh sel-sel limfosit yang diinfeksinya. Sel-sel inang itu terlihat "bunuh diri" atau lazim disebut fenomena aptosis.
Pelajaran yang dapat dipetik dari drama penemuan HIV adalah bahwa integritas ilmiah modal utama ilmuwan. Genius saja seperti Gallo ternyata tidak cukup. Namun, betapapun Gallo tetap berjasa, meletakkan anak tangga temuan teknik isolasi dan perbanyakan retrovirus sehingga Montagnier dan timnya dapat menapak anak tangga kemajuan ilmu berikutnya.
http://www.kompas.com/read/xml/2008/10/08/22231489/akhir.drama.penemuan.hiv

Penemu HIV dan HPV Berbagi Nobel Kedokteran 2008


Penerima Nobel Kedokteran 2008 (dari kiri ke kanan) Harald zur Hausen, Francoise Barre-Sinoussi, dan Luc Montagnier.

KOMPAS Selasa, 7 Oktober 2008 | 00:45 WIB
STOCKHOLM, SENIN — Tiga orang ilmuwan Eropa berbagi penghargaan Nobel Kedokteran 2008 yang diumumkan di Stockholm, Swedia, Senin (6/10). Masing-masing dua peneliti Perancis, Francoise Barre-Sinoussi dan Luc Montagnier, serta seorang peneliti Jerman, Harald zur Hausen.

Mereka dinilai besar dalam kontribusinya mendeteksi penyebaran virus penyakit mematikan yang menyerang manusia saat ini. Francoise Barre-Sinoussi dan Luc Montagnier adalah penemu virus HIV (human immunodeficiency virus), sementara Zur Hausen adalah penemu HPV (human papillioma virus) yang menyebabkan kanker leher rahim.

Dalam pengumumannya, Komite Nobel menyatakan bahwa penemuan Barre-Sinoussi dan Montegnier merupakan landasan utama untuk memahami sifat biologi penyakit AIDS dan cara pengobatannya. Hasil penelitian keduanya pada awal tahun 1980-an membuat penelitian virus semakin berkembang pesat.

"Kombinasi antara penemuan dan pengobatan berhasil menurunkan penyebaran penyakit dan benar-benar meningkatkan harapan hidup penderitanya," demikain kesimpulan yang diambil komite tersebut.

Demikian pula dengan temuan Zur Hausen bahwa HPV tertentu menyebabkan kanker leher rahim yang saat ini merupakan jenis kanker pembunuh kedua di dunia. Penemuan tersebut membuat pembuatan obat dan vaksin tepat sasaran. Mereka berhak mendapatkan hadiah total 10 juta kronor atau setara dengan Rp 13,4 miliar. Hadiah tersebut akan dibagi empat, masing-masing untuk ketiga peneliti dan untuk Pusat Riset Kanker Jerman (GCRC) di Heidelberg.
http://www.kompas.com/read/xml/2008/10/07/00453072/penemu.hiv.dan.hpv.berbagi.nobel.kedokteran.2008

Senin, 06 Oktober 2008

RESPON MAHASISWA PAPUA JOGJAKARTA TERHADAP WABAH DIARE-KOLERA DARI KAB.NABIRE, DOGIYAI, PANIAI HINGGA TIMIKA


Jogjakarta,Senin 06 oktober 2008
Jogja(BA-PA),Kejadian luar biasa yang melanda pegunungan tengah Papua antara lain wilayahn lemba kamuu, kabupaten Nabire dan Desa Kebo kabupaten Paniai serta beberapa daerah di sekitarnya terjadi kasus penyakit (wabah) diara-kolera. Sejak 6 April 2008 sampai saat ini, dimana telah menelan nyawa 355 orang dewasa dan anak-anak dan ini bukan karna factor kebersihan saja tetapi ada factor lain yang menyebabkan itu.Menanggapi hal ini Mahasiswa Papua jogjakarta yang di dominasi mahasiswa Paniai dan Nabire yang ada di Jogjakarta dengan menamakan diri SOLIDARITAS PELAJAR/MAHASISWA PEDULI HIDUP SEHAT MASYARAKAT PRIBUMI PAPUA dengan kordinator aksi Emanuel Gobay, pada 6 oKtober 2008 mengadakan aksi turun jalan dengan melakukan orasi dari depan kantor DPRD propinsi Jogjakarta, menuju Kepatihan (kantor Gubernur Jogjakarta) lalu berakhir di depan perempatan kantor pos pusat. Mahasiswa nyatakan keprihatinan dan meminta kepada Bupati Nabire, Bupati Paniai, Bupati Dogiyai, Gubernur Propinsi Papua, serta pemerintah pusat agar :
1. Mengambil Langka pro aktif segera dangan mengirim tim medis yang propesional ke lapangan untuk melakukan pengobatan bagi masyarakat yang menderita di tempat kejadian/wabah tersebut;
2. Melakukan tindakan pemulihan atas segala dampak buruk baik fisik, mental, dan social yang ditimbulkan oleh wabah tersebut. Juga tindakan pencegahan, misalnya berupa pelatihan SAR kepada rakyat di kedua kabupaten supaya apabila terjadi lagi di kemudian hari maka, masyarakat sudah siap untuk menanganinya sendiri.
3. Membangun infrastruktur kesehatan baru di daerah-daerah terpencil di papua lengkap dengan tambahan tenaga medis,bukan hanya untuk mengatasi penyakit yang sudah ada, tapi bersifat pencegahan dengan memberikan pendidikan-pendidikan pola hidup sehat;
4. Tidak menyibukkan diri dengan pemekaran dan jabatan politik semata, melaikan memberikan pelayanan kesehatan bermutu seperti diperintahkan pasal 59 UU no.21/2001 tentang Otsus dan system kesehatan pangan yang mendukung terjaminnya gizi yang baik;
5. Mengkaji/menyelidiki mendalami tentang penyebab sesungguhnya dari wabah diare-kolera ini dan hasilnya diumumkan kepada masyarakat luas agar dapat menghentikan segala praduga dan kecemasan yang sedang berkembang.
Kepada Tokoh agama, tokoh adat,tokoh perempuan dan tokoh pemuda serta seluruh lapisan masyarakat agar turut mendesak pemerintah agar Memberikan layanan kesehatan gratis dan berkualitas untuk rakyat Papua !!!
Setelah turun ke jalan mahasiswa Paniai nabire melakukan evaluasi kegiatan di asrama mahasiswa papua Jl.kusumanegara 119. Mahasiswa akan menungguh respon dari pemerintah terhadap kasus ini jika tidak ada respon dari pemerintah maka mahasiswa akan mengadakan aksi yang lebih besar lagi sampai ada respon dari pemerintah daerah maupun pusat. Dengan bantuk aksi turun jalan atau penelitian serta seminar nasional.
Di waktu yang berbedah kami mendapatkan informasi melalui WEB timika (PAPOS) 6 oktober 2008 “-Hingga September 2008, telah terjadi 990 kasus diare yang menyerang penduduk yang bermukim di pesisir selatan Kabupaten Mimika diantaranya di Kekwa Distrik Mimika Tengah, Mapurujaya Distrik Mimika Timur, Manasari Distrik Mimika Timur Jauh, Fakafuku Distrik Agimuga dan Noema serta Wapu Distrik Jita, Wakia Distrik Mimika Barat Tengah dan juga Umpliga Distrik Jita. Dari 990 kasus diare tersebut, tercatat 30 orang dinyatakan meninggal dunia”
Dan kagetnya lagi ternyata wabah ini sudah memasuki kabupaten timika, apakah nantinya akan mewabah di seluruh papua.
Kalau di cermati ada faktor keterlambatan penanganan yang di lakuakan oleh pemerintah membuat kasus ini semakin bertambah dan banyak jiwa yang meninggal. Ada banyak alasan yang di ambil pemerintah untuk membelah diri seperti faktor geografis, ketiadaan transportasi dan alasan lainnya yang masuk akal tetapi sebenarnya berbohong. Dan Pemerintah lebih memilih mengurusi Pilkada, caleg,partai dan persoalan-persoalan lain yang sebenarnya itu bukan perioritas pertama.Pihak gereja, LSM dan masyarakat sudah melakukan hal-hal yang bisa dilakukan sesuai kemampuannya tetapi kenapa pemerintah tidak maksimal melihat kasus ini, di mana kepemimpinanmu, dimana harga dirimu, dimana tanggungjawabmu. Kami tunggu saja, semoga pemerintah akan mempu menjawab tuntutan rakyatnya.(Mdxp)

Rabu, 01 Oktober 2008

INFORMASI ADALAH PENAWAR PENCEGAHAN HIV


Selasa, 30 September 2008

Jogja (BA-PA), Selasa, 30 September Informasi dasar HIV dan AIDS kembali disampaikan di Jogjakarta dalam kegiatan Penyambutan Mahasiswa Baru yang di lakukan Mahasiswa Tolikara kordinator Wilayah Jogjakaarta dengan 40 mahasiswa baru dan yang lama kurang lebih 40 mahasiswa. Dengan penambahan mahasiswa baru maka jumlah mahasiswa Papua asal Tolikara di jogjakarta mencapai kurang lebih 120 mahasiswa/i. Waktu pelaksanaan ini di mengambil pada waktu libur kampus dalam rangka lebaran sehingga mahasiswa bisa bebas, bertempat di Gedung Meeting wisma Immanuel jl. gejayan. Kegiatan yang di mulai dari jam 08.00 WIB dengan perkenalan di lanjutkan dengan materi Pengenalan kampus, Moral, Manajemen Organisasi dan pada jam 14.00 sampai jam 15.00 Wib penyampaian materi HIV dan AIDS dasar oleh medex pakage mewakili Yayasan Binterbusih berupa : HIV dan AIDS bisa tertular melalui : 1. Melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan ODHA (Orang dengan HIV dan AIDS) 2. menggunakan jarum suntik yang tidak steril atau bekas. 3.Dari ibu yang positif HIV kepada bayinya melalui proses hamil, melahirkan dan menyusui (ASI). HIV dan AIDS tidak tertular melalui : 1. Gigitan nyamuk, 2. keringat, sentuhan, pelukan ataupun ciuman' 3. berenang bersama, 4. memakai kamar mandi (toilet) bergantian, 5. memakai alat makan bersama. Pencegahan penularan HIV dan AIDS : 1. Jika belum menikah tetap harus puasa seks/ tidak melakukan hubungan seks. perzinahan, dalam ajaran agamapun di catat sebagai dosa. 2. harus tetap setia dengan pasangan anda, jangan ganti-ganti pasangan. 3. kalau tidak bisa tahan dalam melakukan hubungan seksual, harus pakai kondom. 4. hindari penggunaan jarum suntik yang tidak streril. 5. informasi hiv dan aids yang maksimal.
Dan perlu di ingat bawah tanpa informasi yang terus menerus mengenai HIV maka kasus demi kasus akan terus terjadi, karna banyak individu maupun kelompok belum mengetahui hal ini dengan baik dan benar. Salah satu kekuatan adalah informasi, yang bisa di kemas dalam bentuk apa saja sehingga memudahkan masyarakat lebih familiar dan mudah di mengerti.
Pada akhir pertemuan jam 17.00 wib dilakukan ibadah bersama yang dipimpin oleh Pdt Yusak Adii STh,MDiv, mengingatkan kepada mahasiswa baru bahwa kota Jogjakarta adalah kota misterius yang menawarkan segala sesuatu secara terbuka kepada mahasiswa. Kepada mahasiswa hati-hati dengan segala penawarkan yang ditawarkan secara bebas karna akan membuat kita terjerumus kepada kesensaraan. Fokuslah kepada tujuan kuliah dan jagalah tubuhmu agar tetap kudus.(Mdxp)